Selasa, 31 Januari 2012

JALAN RAYA

I. JALAN DESA

Jalan desa adalah jalan yang dapat dikategorikan sebagai jalan dengan fungsi lokal
di daerah pedesaan. Artinya sebagai penghubung antar desa atau ke lokasi pemasaran, sebagai
penghubung hunian/perumahan, juga sebagai penghubung desa ke pusat kegiatan yang lebih
tinggi tingkatnya (kecamatan).
Jalan desa dibangun atau ditingkatkan untuk membangkitkan manfaat-manfaat untuk
masyarakat pedesaan seperti yang di bawah ini:
  •  memperlancar hubungan dan komunikasi dengan tempat lain;
  • mempermudah pengiriman sarana produksi ke desa;
  • mempermudah pengiriman hasil produksi ke pasar, baik yang di desa maupun yang di luar; dan
  • meningkatkan jasa pelayanan sosial, termasuk kesehatan, pendidikan, dan penyuluhan.
Untuk pembuatan jalan desa pada program P3DT disarankan peningkatan jalan lama
yang sudah ada. Hal ini untuk menghindari banyaknya volume pekerjaan dan kesulitan
pembebasan tanah. Akan tetapi kadang-kadang tidak dapat dihindarkan untuk membuat jalan
baru atau peningkatan jalan setapak.
Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jalan baru, antara lain:
  •  trase jalan mudah untuk dibuat
  • pekerjaan tanahnya relatif cepat dan murah
  • tidak banyak bangunan tambahan (jembatan, gorong-gorong, dan lain-lain)
  • pembebasan tanah tidak sulit
  • tidak akan merusak lingkungan
Yang perlu diperhatikan dalam peningkatan jalan lama, antara lain:
􀁸 memungkinkan untuk pelebaran jalan
􀁸 geometri jalan harus disesuaikan dengan syarat teknis
􀁸 tanjakan yang melewati batas hams diubah sesuai syarat teknis
􀁸 sistem drainase dan pekerjaan tanah tidak akan merusak lingkungan

Pemilihan Teknologi
Pada Petunjuk Pelaksanaan dibahas azas pemilihaan teknologi untuk kegiatan P3DT.
Antara lain, konsultan pendamping dan LKMD harus memperhatikan hal-hal di bawah ini:
  1.  Harus menggunakan tenaga kerja setempat dengan jumlah yang banyak.
  2. Harus mengutamakan penggunaan bahan setempat.
  3. Membangun prasarana yang sederhana, supaya dapat dikerjakan olehmasyarakat setempat tanpa mendatangkan keahlian atau peralatan dari luar.
  4. Membangun prasarana yang bermutu, sesuai dengan spesifikasi dan penjelasanyang ada di buku Petunjuk Teknis.
  5. Mencari harga yang relatif murah, agar LKMD dapat membangun prasaranayang lebih banyak, mengingat kebutuhan prasarana jauh di atas jumlah biayayang tersedia.
  6. LKMD tidak terpaku pada standar yang ada di buku Petunjuk Teknis, yangdisiapkan untuk membantu LKMD dan konsultan. LKMD berhak untukmemilih teknologi lain (non-standar) apabila masih sesuai dengan kriteriaP3DT, yaitu soal manfaat sosio-ekonomi, kelompok sasaran, ganti rugi,dampak lingkungan, dan kelayakan teknis clan biaya. LKMD bolehmengambil teknologi yang sudah terbukti berhasil di tempat lain, walaupuntidak masuk dalam buku petunjuk.
  7. Petunjuk Teknis disediakan sebagai pedoman, dan jarang terdapat suatu halyang dilarang secara mutlak. Larangan itu khusus masalah yang dianggap kurang sesuai dengan kriteria, terlalu mewah, atau di luar kemampuan LKMD untuk dilaksanakan. Contohnya adalah batasan-batasan dalam penggunaan jembatan beton atau permukaan aspal untuk jalan.
  8. Masukan teknis dapat diterima dari banyak sumber, termasuk konsultan pendamping, koordinator wilayah, konsultan inti, Pemimpin Proyek atau stafnya, mandor, atau pun dari luar.

A. STANDAR TEKNIS JALAN DESA

Standar-standar di bawah ini disusun khusus untuk jalan desa, dengan keadaan tanah,
topografi, dan iklim yang sering menghambat pembuatan jalan yang baik. Standar ini tidak
dimaksud sebagai "peraturan mati", tetapi diharapkan bermanfaat bagi para perancang dan
pengawas. Pengalaman dan penilaian mereka selalu harus diterapkan pada setiap desain yang
dibuatnya, karena setiap jalan mempunyai keadaan yang unik.
Pembangunan jalan di daerah pedesaan, selain perlu memperhatikan aspek teknis konstruksi
jalan, juga perlu mempertimbangkan aspek konservasi tanah mengingat kondisi wilayah
dengan topografi yang sering berbukit dan dengan tanahn yang peka erosi. Pengamaan di
lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit erosi tanah yang berasal dari jalan, khususnya
berupa longsoran dari tampingan dan tebing jalan.
Tujuan pengendalian erosi pada jalan adalah untuk mengamankan jalan dan membangun jalan
yang tidak menjadi sumber erosi. Pengendalian erosi dapat dilakukan secara sipil teknis atau
secara vegetatif, dan masing-masing mempunyai kelebihan. Seorang perencana harus memilih
perlakuan pengendalian erosi dengan pertimbangan konservasi dan biaya yang tidak terbatas
pada waktu penyelesaian konstruksi jalan, tetapi harus dipikirkan sampai masa pemeliharaan.
Kegiatan pengendalian erosi tidak dibatasi pada daerah milik jalan. Perencana wajib
mempertimbangkan akibat konstruksi jalan di luar daerah milik jalan (misalnya, pembuangan
dari saluran merusak lahan produktif) dan boleh merencanakan perlakuan walaupun perlakuan
tersebut agak jauh dari badan jalan (misalnya untuk mengamankan jalan dengan ditanam
pohon-pohon pada mini-catchment yang terletak di atas jalan).
Tingginya curah hujan, lereng-lereng curam dan tanah rapuh menimbulkan banyak kesulitan
dalam perencanaan dan pembangunan jalan berkualitas tinggi, terutama bila dimaksudkan
untuk membangun jalan dengan biaya rendah dan tidak membahayakan lingkungan. Dalam
konteks seperti ini, kita harus menyadari bahwa masalah erosi akan terus muncul walaupun
dapat dikurangi dan diatasi ketika terjadi.
Trase jalan harus dipilih untuk mengurangi masalah lingkungan, misalnya dengan
mengurangi galian dan timbunan bilamana mungkin. Karena tidak mungkin di kawasan
perbukitan untuk menghilangkan masalah dengan pemilihan trase (dengan pemindahan trase
atau mengurangi tanjakan), maka perlu diusahakan teknik-teknik pengendalian erosi termasuk
pembangunan tembok penahan tanah dan bronjong atau penanaman bahan-bahan vegetatif
untuk menstabilkan lereng atau mengurangi erosi percik atau erosi alur kecil.

Minggu, 29 Januari 2012

JEMBATAN

JENIS JEMBATAN
Pengertian jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang melintang tidak sebidang dan lain-lain.
Jenis jembatan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe struktur sekarang ini telah mengalami perkembangan pesat sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sampai pada konstruksi yang mutakhir.
Berdasarkan fungsinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut.
1) Jembatan jalan raya (highway bridge),
2) Jembatan jalan kereta api (railway bridge),
3) Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge).
Berdasarkan lokasinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut.
1) Jembatan di atas sungai atau danau,
2) Jembatan di atas lembah,
3) Jembatan di atas jalan yang ada (fly over),
4) Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert),
5) Jembatan di dermaga (jetty).
Berdasarkan bahan konstruksinya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain :
1) Jembatan kayu (log bridge),
2) Jembatan beton (concrete bridge),
3) Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge),
4) Jembatan baja (steel bridge),
5) Jembatan komposit (compossite bridge).
Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain :
1) Jembatan plat (slab bridge),
2) Jembatan plat berongga (voided slab bridge),
3) Jembatan gelagar (girder bridge),
4) Jembatan rangka (truss bridge),
5) Jembatan pelengkung (arch bridge),
6) Jembatan gantung (suspension bridge),
7) Jembatan kabel (cable stayed bridge),
8) Jembatan cantilever (cantilever bridge).

STRUKTUR JEMBATAN
Secara umum struktur jembatan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu struktur atas dan struktur bawah.
1) Struktur Atas (Superstructures)
Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu-lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki, dll.
Struktur atas jembatan umumnya meliputi :
a) Trotoar :       
o Sandaran dan tiang sandaran,
o Peninggian trotoar (Kerb),
o Slab lantai trotoar.
b) Slab lantai kendaraan,
c) Gelagar (Girder),
d) Balok diafragma,
e) Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang),
f) Tumpuan (Bearing).
2) Struktur Bawah (Substructures)
Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain yang ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan, tumbukan, gesekan pada tumpuan dsb. untuk kemudian disalurkan ke fondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan oleh fondasi ke tanah dasar.
Struktur bawah jembatan umumnya meliuputi :
a) Pangkal jembatan (Abutment),
o Dinding belakang (Back wall),
o Dinding penahan (Breast wall),
o Dinding sayap (Wing wall),
o Oprit, plat injak (Approach slab)
o Konsol pendek untuk jacking (Corbel),
o Tumpuan (Bearing).
b) Pilar jembatan (Pier),
o Kepala pilar (Pier Head),
o Pilar (Pier), yg berupa dinding, kolom, atau portal,
o Konsol pendek untuk jacking (Corbel),
o Tumpuan (Bearing).
3) Fondasi
Fondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar. Berdasarkan sistimnya, fondasi abutment atau pier jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam jenis, antara lain :
a) Fondasi telapak (spread footing)
b) Fondasi sumuran (caisson)
c) Fondasi tiang (pile foundation)
o Tiang pancang kayu (Log Pile),
o Tiang pancang baja (Steel Pile),
o Tiang pancang beton (Reinforced Concrete Pile),
o Tiang pancang beton prategang pracetak (Precast Prestressed Concrete Pile), spun pile,
o Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in Place), borepile, franky pile,
o Tiang pancang komposit (Compossite Pile).